SLB NEGERI BEKASI JAYA
Rabu, 08 April 2015
Selasa, 07 April 2015
PROFIL
Profil SLB
Negeri Bekasi Jaya
Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap manusia.
Hal ini berarti bahwa pendidikan sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas
hidup menusia dipandang sebagi persoalan mendasar, fundamental dan sangat penting
untuk dialami dan diperoleh oleh setiap individu tanpa dibatasi oleh ruang,
waktu, dan latar belakang apapun. Berdasarkan pada konsep dasar hak asasi
manusia, yang menekankan pentingnya pendidikan bagi semua (Education For All).
Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas yang menegaskan bahwa “Setiap Warga Negara diberi kesempatan untuk
memperoleh pendidikan sepanjang hayat sesuai kemampuannya”.
Salah satu bentuk lembaga pendidikan yang dibuat oleh
pemerintah dalam upaya pemerataan pendidikan adalah dengan menyelenggarakan
pendidikan luar biasa. Di dalam PP Nomor 71 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar
Biasa disebutkan bahwa tujuan pendidikan luar biasa adalah membantu peserta
didik yang menyandang kelainan/fisik dan atau mental agar mampu mengembangkan
sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kelainan fisik dan/atau mental yang
dimaksud mencakup tuna netra, kelembagaan bentuk sekolahnya adalah TKLB, SDLB,
SMPLB, SMALB.
SLB Negeri Bekasi Jaya Kota Bekasi kini dibawah naungan
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, sebagai salah satu SLB Negeri di Jawa
Barat SLB Negeri Bekasi Jaya Kota Bekasi terus berusaha dan berpacu untuk
mengembangkan dan meningkatkan pelayanan pendidikan berkebutuhan khusus melalui
model pembelajaran dan sumber daya pengajar yang berkemampuan dan berkualitas.
Terlebih SLB Negeri Bekasi Jaya Kota Bekasi secara geografis berdekatan dengan
Provinsi DKI Jakarta harus bias menampilkan sebuah SLB yang berkualitas sebagi
barometer pendidikan luar biasa di Jawa Barat selaras dengan visi dan misi
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai mitra terdepan Ibukota tahun 2010 serta
Visi, Misi Dinas Pendidikan dan Sub Dinas Pendidikan Luar Biasa Provinsi Jawa
Barat.
Selain kegiatan akademis para siswa dilatih
keterampilan yang produktif seperti tata busana, tata boga, menyablon,
kerajinan tangan, komputer dan perawatan ringan otomotif. Kegiatan keterampilan
kami prioritaskan sedemikian rupa karena tuntutan kurikulum SMPLB dan SMALB
memiliki waktu 52% untuk keterampilan dan hanya 48% untuk akademis. Sedangkan
SMALB memiliki porsi waktu 62% untuk keterampilan dan hanya 38% untuk kegiatan
akademis.
SLB Negeri Bekasi Jaya setahap demi setahap membawa
anak tuna rungu dan tuna grahita menuju kearah yang lebih baik dan berdayaguna
dengan berusaha mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, mengadakan
hubungan timbale balik dengan masyarakat serta dapat mengembangkan kemampuan
dalam iklim kerja di era globalisasi. Dengan bekerja bagi para penyandang
kelainan fisik dan/atau mental khususnya tuna rungu dan tuna grahita bukan saja
hanya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi lebih jauh dari itu mereka
dapat berguna di lingkungan masyarakat serta mengembangkan potensi dan
kemampuannya ntuk bekal di masa depan.
Anak Berkebutuhan Khusus
ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS
Anak
berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak
dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
istilah lain
bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,
contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa
isyarat.
Menurut
pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi
Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun
2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis
Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau
berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.
PP No. 17
Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan
terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d.
tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban
belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki
kelainan lain.
Menurut
pasal 130 (1) PP No. 17 Tahun 2010 Pendidikan khusus bagi peserta didik
berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus
dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum,
satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Pasal 133
ayat (4)menetapkan bahwa Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat
dilaksanakan secara terintegrasi antarjenjang pendidikan dan/atau antarjenis
kelainan.
Integrasi
antar jenjang dalam bentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) satu atap, yakni satu
lembaga penyelenggara mengelola jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB dengan
seorang Kepala Sekolah. Sedangkan Integrasi antar jenis kelainan, maka dalam
satu jenjang pendidikan khusus diselenggarakan layanan pendidikan bagi beberapa
jenis ketunaan. Bentuknya terdiri dari TKLB; SDLB, SMPLB, dan SMALB
masing-masing sebagai satuan pendidikan yang berdiri sendiri masing-masing
dengan seorang kepala sekolah.
Altenatif
layanan yang paling baik untuk kepentingan mutu layanan adalah INTEGRASI ANTAR
JENIS. Keuntungan bagi penyelenggara (sekolah) dapat memberikan layanan yang
tervokus sesuai kebutuhan anak seirama perkembangan psikologis anak. Keuntungan
bagi anak, anak menerima layanan sesuai kebutuhan yang sebenarnya karena
sekolah mampu membedakan perlakuan karena memiliki fokus atas dasar kepentingan
anak pada jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.
Penyelenggaran
pendidikan khusus saat ini masih banyak yang menggunakan Integrasi antar
jenjang (satu atap) bahkan digabung juga dengan integrasi antar jenis. Pola ini
hanya didasarkan pada effisiensi ekonomi padahal sebenarnya sangat merugikan
anak karena dalam prakteknya seorang guru yang mengajar di SDLB juga mengajar
di SMPLB dan SMALB. Jadi perlakuan yang diberikan kadang sama antara kepada
siswa SDLB, SMPLB dan SMALB. Secara kualitas materi pelajaran juga kurang
berkualitas apalagi secara psikologis karena tidak menghargai perbedaan
karakteristik rentang usia.
Adapun
bentuk satuan pendidikan / lembaga sesuai dengan kekhususannya di Indonesia
dikenal SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian
C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras
dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Pemerintah
sebenarnya ada kesempatan memberikan perlakuan yang sama kepada Anak Indonesia
tanpa diskriminasi. Coba renungkan kalau bisa mendirikan SD Negeri, SMP Negeri,
SMA Negeri untuk anak bukan ABK, mengapa tidak bisa mendirikan SDLB Negeri,
SMPLB Negeri, dan SMALB Negeri bagi ABK. Hingga Juni tahun 2013 di Provinsi
Jawa Tengah dan DIY baru Pemerintah Kabupaten Cilacap yang berkenan mendirikan
SDLB Negeri, SMPLB Negeri, dan SMALB Negeri masing-masing berdiri sendiri
sebagai satuan pendidikan formal. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Cilacap tidak
mempermasalahkan kewenangan siapa pengelolaan satuan pendidikan khusus, akan
tetapi semata-mata didasari oleh kebutuhan masyarakat sebagai warga negara yang
berdomisili di wilayahnya.
Tunanetra
Tunanetra
adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat
diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi
Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau
akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki
penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka
proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan
indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam
memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan
harus bersifat taktual danbersuara, contohnya
adalah penggunaan tulisan braille, gambar
timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah perekam suara dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra
beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan
Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari
bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)
Tunarungu
Tunarungu
adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun
tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran
adalah:
1. Gangguan
pendengaran sangat ringan(27-40dB),
2. Gangguan
pendengaran ringan(41-55dB),
3. Gangguan
pendengaran sedang(56-70dB),
4. Gangguan
pendengaran berat(71-90dB),
5. Gangguan
pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91dB).
Karena
memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara
berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara
internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara.
saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa
verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan
dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Tunagrahita
Tunagrahita
adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai
dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalammasa perkembangan.
klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
1. Tunagrahita
ringan (IQ : 51-70),
2. Tunagrahita
sedang (IQ : 36-51),
3. Tunagrahita
berat (IQ : 20-35),
4. Tunagrahita
sangat berat (IQ dibawah 20).
Pembelajaran
bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
Tunadaksa[
Tunadaksa
adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau
akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat
gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam
melakukan aktivitas fisiktetap masih
dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik
dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan
total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Tunalaras
Tunalaras
adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak
sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat
disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari
lingkungan sekitar.
Kesulitan belajar
Adalah
individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis
yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat
memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara
yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasiaperkembangan.
individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata,
mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak,
gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
Langganan:
Postingan (Atom)